Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006
(Kode Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers)
KODE ETIK FILANTROPI MEDIAMASSA
PENDAHULUAN
Aktivitas mediamassa dalam menjembatani serta menggalang ‘kedermawanan sosial masyarakat’ –populer dengan istilah filantropi- merupakan perwujudan dari kepedulian sosial mediamassa serta bagian dari fungsi dan peran sosial mediamassa yang bersangkutan. Karena hal ini berkaitan dengan kredibilitas mediamassa yang bersangkutan di mata masyarakat, maka aktivitas ini harus dilakukan dengan cara-cara yang baik, benar, transparan, akuntabel, serta penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Dalam menjalankan fungsi jurnalistik, mediamassa telah punya satu acuan bersama yaitu Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Sementara dalam menangani kedermawanan sosial masyarakat ini belum ada aturan main yang baku, yang bisa menjadi acuan dan dihormati oleh semua Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa. Padahal kebutuhan itu sudah cukup mendesak mengingat dalam praktek sehari-hari, sering ditemukan hal-hal yang bisa mengganggu kredibilitas Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, dirumuskan dan disepakatilah suatu kode etik sebagai perwujudan tanggung jawab kepada masyarakat, penyumbang, mitra dan diri sendiri. Kode etik itu disebut Kode Etik Filantropi Mediamassa.
Kode Etik Filantropi Mediamassa ini mengacu pada Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), Pedoman Media Siber, Pedoman Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan Kemanusiaan di Indonesia dan Undang-Undang serta peraturan lain yang berkaitan dengan penggalangan, pengelolaan, dan pendayagunaan sumbangan masyarakat.
BAGIAN SATU
RUANG LINGKUP DAN FUNGSI KODE ETIK
Kode Etik Filantropi Mediamassa ini berlaku dan harus ditaati oleh semua Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa, baik yang berbentuk yayasan maupun kepanitiaan.
Fungsi utama kode etik ini adalah pedoman umum, rujukan, dan instrumen edukasi bagi Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa dalam penggalangan/penerimaan, pengelolaan, serta penyaluran sumbangan masyarakat. Selain itu, kode etik ini juga berfungsi sebagai regulasi internal yang mengikat bagi praktisi media saat menjalankan kegiatan filantropi.
BAGIAN DUA
PRINSIP-PRINSIP DALAM KODE ETIK
Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa melakukan penggalangan, pengelolaan, dan penyaluran sumbangan masyarakat dengan dilandasi nilai, prinsip, dan semangat:
1. Kesukarelaan
Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa menggalang, mengelola, dan menyalurkan sumbangan masyarakat dengan dilandasi keikhlasan, tanpa paksaan/ ancaman, atau iming-iming tertentu.
2. Independensi
Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa menggalang, mengelola, dan menyalurkan sumbangan masyarakat secara otonom, bebas dari pengaruh dan kepentingan-kepentingan pemerintah, partai politik, penyumbang, bisnis, dan siapa pun yang dapat menghilangkan independensi pengelola sumbangan dalam bertindak untuk kepentingan umum.
3. Profesionalisme
Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa memiliki dan mengembangkan kapasitas yang relevan dalam pengelolaan sumbangan masyarakat sesuai standar kompetensi atau keterampilan yang diperlukan dalam praktik di lapangan.
4. Nondiskriminasi
Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa menggalang, mengelola, dan menyalurkan sumbangan masyarakat dengan tidak membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, kelompok, dan aliran politik.
5. Tepat-Guna dan Tepat-Sasaran
Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa menggalang, mengelola, dan menyalurkan sumbangan masyarakat secara cermat, dengan mengedepankan prinsip tepat-guna dan tepat-sasaran.
6. Komitmen Organisasi
Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa menggalang, mengelola, dan menyalurkan sumbangan masyarakat melalui penerapan kebijaksanaan yang jelas dan tegas.
7. Transparansi dan Akuntabilitas
Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa menggalang, mengelola, dan menyalurkan sumbangan masyarakat dengan mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
BAGIAN TIGA
KODE ETIK FILANTROPI MEDIAMASSA
BAB I
PENGGALANGAN DAN PENERIMAAN SUMBANGAN
Pasal 1
Sifat Penggalangan Dana
1. Penggalangan sumbangan masyarakat di mediamassa dilakukan secara:
a. Sukarela.
b. Terbuka.
c. Etis.
d. Independen
e. Sesuai Hukum.
2. Setiap penyelenggaraan penggalangan sumbangan masyarakat harus mencantumkan nama dan tujuan kegiatan tersebut sepanjang kegiatan berlangsung.
Pasal 2
Penggunaan Rekening
1. Untuk menampung seluruh sumbangan dari masyarakat, Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa wajib membuka rekening bank tersendiri (khusus), yang terpisah dari rekening perusahaan.
2. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa harus mempublikasikan nomor rekening yang digunakan secara lengkap.
3. Rekening yang digunakan dalam penggalangan sumbangan masyarakat di mediamassa harus terbuka untuk keperluan pemeriksaan keuangan oleh lembaga yang berkompeten.
Pasal 3
Sosialisasi Program
1. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa tidak diperbolehkan menggunakan gambar/tayangan yang mengandung hal-hal yang bertentangan dengan perundang-undangan dan peraturan tentang isi mediamassa dan hukum positif yang berlaku.
2. Penggunaan gambar, tayangan dan atau suara yang berasal dari korban atau keluarganya yang dengan sengaja diproduksi untuk keperluan sosialisasi dan publikasi kegiatan penggalangan dana, harus dengan izin yang sesuai dengan hukum yang berlaku dari korban atau keluarganya.
3. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa juga harus mempertimbangkan frekuensi atau jumlah penayangan, guna menghindari kesan mengekploitasi korban.
BAB II
PENGELOLAAN SUMBANGAN
Pasal 4
Pengelola Sumbangan
1. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa adalah organisasi, baik yang bersifat tetap atau ad-hoc, yang dibentuk atau ditunjuk oleh perusahaan mediamassa bersangkutan untuk melakukan pencatatan atau pengadministrasian sumbangan, pengembangan program, serta penyaluran atau pendayagunaan sumbangan.
2. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa mencantumkan dan mempublikasikan organisasi secara terbuka kepada masyarakat.
3. Kepengurusan Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa ditetapkan dalam sebuah surat keputusan perusahaan atau yayasan yang dibentuk mediamassa.
Pasal 5
Komitmen Organisasi
1. Dalam mengelola dana masyarakat, setiap perusahaan mediamassa harus memiliki tata aturan tertulis yang jelas dan tegas.
2. Menempatkan personilnya dalam jumlah dan kapasitas yang memadai untuk mengelola kegiatan.
3. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa harus memperhatikan kapasitas pengelolaan sumbangan.
4. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa menyediakan akses bagi penyumbang atau masyarakat untuk memberikan masukan, kritik, dan komplain dalam bentuk hotline (nomor telepon langsung), emai (surat elektronik), atau SMS (pesan singkat).
5. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa perlu secara berkala mengirimkan personil untuk mengikuti pelatihan yang bertujuan meningkatkan kualitas, kapabiltas, dan kredibilitasnya.
6. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa tidak menyalahgunakan program atau kegiatannya untuk kepentingan kelompok atau pribadi.
7. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa perlu mengikutsertakan personilnya dalam program asuransi jiwa selama menjalankan program.
Pasal 6
Pengelolaan Sumbangan
1. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa harus mencatat dan mendokumentasikan dengan baik dan cermat data/informasi mengenai penyumbang (nama, alamat, bentuk, dan jumlah sumbangan yang mereka berikan).
2. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa menerapkan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan sesuai peraturan dan standar akuntansi yang berlaku.
3. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa harus menghormati hak penyumbang yang menolak nama dan indentitasnya dipublikasikan.
4. Informasi atau data base mengenai penyumbang tidak boleh dialihkan atau diperjualbelikan kepada pihak ketiga, baik perorangan atau organisasi.
Pasal 7
Dana Operasional
1. Dana operasional adalah dana yang disisihkan atau diambil dari sumbangan masyarakat untuk keperluan pengadministrasian, sosialisasi program, penyaluran, dan pendayagunaan sumbangan masyarakat.
2. Penggunaan sumbangan untuk biaya operasional program harus disampaikan secara transparan pada laporan keuangan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
3. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa dilarang menggunakan sumbangan masyarakat untuk membiayai sosialisasi di mediamassanya sendiri.
4. Penggunaan dana masyarakat untuk keperluan biaya operasional mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8
Komunikasi dan Koordinasi
Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa harus:
a. Membentuk forum bersama sebagai sarana komunikasi dan koordinasi antarsesama Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa.
b. Menjalin komunikasi dan melakukan koordinasi dengan sesama Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa.
c. Menghormati dan menghargai sesama pengelola sumbangan, serta menghindari terjadinya konflik di antara Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa dalam bentuk apa pun.
BAB III
PENYALURAN & PENDAYAGUNAAN SUMBANGAN
Pasal 9
Perencanaan, Monitoring, dan Evaluasi
1. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa harus membuat perencanaan program penyaluran dana sumbangan tersebut, baik untuk jangka pendek, menengah, dan panjang.
2. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa harus melakukan pengkajian (assessment) lapangan secara akurat mengenai kebutuhan, baik jumlah maupun jenis sumbangan yang dibutuhkan penerima manfaat.
3. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa dalam pembangunan infrastruktur, harus memastikan kelayakan, otentitas, dan kelengkapan dokumen kepemilikan lahan, peruntukan lahan, dan perizinan pembangunan dalam penyaluran sumbangan untuk pembangunan infrastruktur.
4. Penyaluran sumbangan benar-benar ditujukan ke obyek yang jelas, terukur, dan terjangkau oleh Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa.
5. Pengalihan sumbangan untuk keperluan di luar tujuan program yang telah ditetapkan harus diinformasikan secara terbuka.
6. Jika ada sisa sumbangan masyarakat, Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa harus memberitahukan penggunaannya kepada penyumbang melalui mediamassa yang bersangkutan.
Pasal 10
Publikasi Kegiatan Penyaluran Sumbangan
1. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa harus menyebutkan secara jelas dalam bentuk lisan dan tertulis, bahwa sumbangan yang diserahkan berasal dari pemirsa/pendengar/pembaca.
2. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa tidak boleh menghilangkan, menyamarkan, atau menyembunyikan identitas pemirsa, pembaca, dan pendengar sebagai penyumbang program.
3. Publikasi sumbangan dalam prasasti atau dalam bentuk lain, harus menyatakan/menuliskan bahwa ‘Bantuan/Sumbangan Ini Berasal dari Pembaca/Pemirsa/Pendengar’ (nama mediamassa). Bukan bantuan dari mediamassa yang bersangkutan.
BAB IV
PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 11
Pelaporan Sumbangan
1. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa harus membuat sistem dan prosedur pelaporan pengelolaan dan pemanfaatan sumbangan secara profesional dan mudah dimengerti masyarakat umum.
2. Pelaporan penyaluran sumbangan masyarakat sekurang-kurangnya meliputi:
a. Bentuk dan jumlah sumbangan terkumpul di akhir kegiatan.
b. Distribusi penggunaan sumbangan (sumbangan yang sudah dan belum disalurkan)
c. Deskripsi program atau kegiatan yang dibiayai dari sumbangan
Pasal 12
Pertanggungjawaban Sumbangan
1. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa harus menyampaikan laporan program dan keuangannya secara tertulis kepada publik melalui mediamassa yang bersangkutan.
2. Laporan pertanggungjawaban yang dipublikasikan adalah laporan yang sudah diaudit oleh auditor publik atau sekurang-kurangnya auditor internal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 13
Pencegahan Konflik Kepentingan dan Penyalahgunaan Sumbangan
1. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa harus menghindari terjadinya konflik kepentingan dengan perusahaan mediamassa dalam pengelolaan sumbangan masyarakat.
2. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa tidak boleh memanfaatkan kegiatan penyaluran sumbangan masyarakat untuk keperluan program CSR dari perusahaan atau group perusahaan yang bersangkutan.
3. Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa tidak boleh mengganti nama sekolah, mesjid, puskesmas, dan infrastruktur sosial lainnya yang sebagian atau seluruhnya dibangun dari sumbangan masyarakat, dengan nama mediamassa, perusahaan atau nama pemiliknya atau nama yang terasosiasi dengannya.
BAGIAN EMPAT
PENGAWASAN DAN PENEGAKAN KODE ETIK
1. Untuk mengawasi pelaksanaan dan menegakkan Kode Etik ini, dibentuk Majelis Etik Filantropi yang beranggotakan 5 orang dan merupakan perwakilan dari Dewan Pers, Perwakilan Pengelola Sumbangan di Mediamassa, Perusahaan Mediamassa, Asosiasi Filantropi dan Tokoh Masyarakat yang independen, yang ditetapkan oleh Dewan Pers.
2. Pemilihan anggota Majelis Etik Filantropi Mediamassa dilakukan oleh Perwakilan Pengelola Sumbangan di Mediamassa, Perusahaan Mediamassa, Asosiasi Filantropi yang difasilitasi oleh Dewan Pers.
3. Unsur anggota dari Dewan Pers dipilih oleh Dewan Pers.
4. Masa bakti Majelis Etik adalah selama 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali.
5. Majelis Etik Filantropi menerima, memeriksa dan memutuskan pengaduan, dugaan pelanggaran kode etik filantropi mediamassa.
6. Sanksi diberikan sesuai dengan tingkat atau derajat pelanggaran yang dilakukan, mulai dari teguran tertulis sampai rekomendasi pemberhentian program.
7. Majelis Etik Filantropi adalah satu-satunya lembaga yang berwenang mengawasi penegakan Kode Etik ini.
PENUTUP
Kode Etik Filantropi Mediamassa ini berlaku dan mengikat semua Pengelola Sumbangan Masyarakat di Mediamassa sejak disyahkan.
Jakarta, 4 Februari 2013